Sabtu, 02 Oktober 2010

Life is Complicated

Behind the story : Life is Complicated ini salah satu dari cerpen buatanku waktu kelas 10. Sebenernya, aku nulisnya dadakan sih. Soalnya waktu pelajaran B. Indonesia, Bu Eni ngasi tugas buat bikin cerpen. Ya udah aku tulis aja cerpen ini. Butuh sehari semalem buat nyelesaiinnya. Waktu aku pertama kali bikin bahasanya rada semrawut soalnya aku nggak begitu mood bikin cerpen. Tapi anehnya bisa dapet nilai bagus lho (nggak maksud nyombong nih^_^). Setelah tak pikir-pikir, ternyata emang lumayan juga, ya nggak ancur- ancur amat lah. Hehe. Nah berdasarkan latar belakang tersebut (cie ile sok ilmiah banget *_*) saya memutuskan untuk memasukkannya ke blog. Ya sekedar buat baca- bacaan aja lah. Ntar kalo udah baca, kasih vote sama comment ya. So, please enjoy to read it ! =))



Life is Complicated 

           Pedro melirik jam yang melingkar di tangannya. Jarum pendek menunjuk ke angka 3. “Yes” ! gumamnya dalam hati. Kemudian bel berdering menandai bahwa jam sekolah telah usai. Ia bergegas keluar dari kelasnya, X Bilingual dengan semangat 45.



“Pedro!” teriak Vina, teman sekelasnya.

“Apaan sih? Gue buru-buru nih,” Pedro balas berteriak.

“Loe nggak kumpul ekskul ? Hari ini ka nada English Club. Agenda hari ini kan bahas buat persiapan lomba,” kata Vina.

“Alaah…Ntar aja deh. Gampang. Gue buru-buru nih. Ntar kalo Kak Aldi tanya, bilang gue ada les, Ok?” katanya sambil mengerlingkan mata pada Vina.

“Dasar loe! Bilang aja mau maen PS!” kata Vina.

“Hehe..” kata Pedro sambil nyengir.

              Pedro emang jago banget kalau soal kabur dari ekskul. Seribu satu alasan sudah dia lontarkan dan masih banyak lagi alasan- alasan lain di otaknya. Anehnya, dia selalu berhasil kabur dengan cara apa pun alias menghalalkan segala cara.Hehe…Biasanya dia kabur ke tempat maen PS atau kalau di sana rame, dia beralih ke warnet game online dekat sekolah. Dan pulangnya larut banget. Kebiasaan ini muncul sejak orang tuanya sering bertengkar. Yah, bisa dibilang dia punya keluarga yang broken home. Makanya, Pedro jadi nakal dan nggak bisa diatur. Nilai-nilainya sering anjlok dan sering ikut remidi. Kalo di sekolah nggak pernah niat. Nilai-nilainya sering anjlok dan sering ikut remidi. Tempat maen PS atau game online jadi tempat nongkrong alias rumah kedua bagi Pedro.

“Tumben loe baru dating jam segini? Kenapa ?” tanya Gufron, sobat karibnya yang juga doyan nge-game.
Pedro sekarang sudah ada di “Deva-net”, sebuah warnet game online yang letaknya tak jauh dari rumah Gufron.

“Tadi di jalan gue dicegat sama Si Vina. Biasa lah, dia kan bawel banget,” tutur Pedro. Lalu dia mencari bilik yang kosong dan mulai menyalakan computer. Tak beberapa lama kemudian, dia sudah asyik menekan tombol-tombol keyboard dengan lihai dan terbawa kea lam “fantasi” nya.

            Sekitar tiga jam kemudian, hpnya bergetar. Terlihat di layar hpnya, “Mama_home” sedang memanggil. Secepat kilat ia mengambil hp dalam sakunya dan menekan tombol “answer”.

“Iya ma? Ada apa?” tanya Pedro.

“Kok nggak pake salam dulu? Lagi dimana nak ?” mama balik bertanya.

“Di sekolah ma, kan ada ekskul. Tenang aja ma, Pedro pasti pulang kok,” jawab Pedro.
“Kamu bohong lagi ya? Pasti kamu lagi nge-game di warnet ? Ya Allah, kamu itu nak. Barusan Mama dapet telpon dari sekolah. Pokoknya mama nggak mau tahu. Kamu harus pulang sekarang juga!!!”

“Hah? Pulang ?Yang bener aja ma?” kata Pedro kaget.

“Iya! Sekarang ini sudah jam berapa??!!! Cepat pulang atau kamu mau mama yang jemput ke sana ??!!!” tanya Mama dengan nada marah.

“Oke- oke !! Pedro bisa pulang sendiri !!” Pedro balik membentak dan ia langsung menutup teleponnya.
“Sapa sih yang telpon? Nyokap loe?” tanya Gufron penasaran.

“Iya. Biasa lah. Gue disuruh pulang sekarang.”

“What? Tapi kan loe baru bentar di sini,” kata Gufron.

“Nyokap gue tadi udah marah banget. Tadi katanya dia dapet telepon dari sekolah. Pasti gue kena masalah lagi,” jelas Pedro.

“Ya udah deh. Good luck sob!” seru Gufron.

Pedro bergegas mematikan computer dan berjalan keluar warnet. Kemudian ia mengendarai motornya untuk pulang.

***
“Pedro!” panggil Mama.

“Ada apa?” tanya Pedro dengan nada enggan.

“Mama mau tanya sama kamu. Tapi kamu harus jawab jujur,” kata Mama.

“Tanya apa?”

“Kamu sering bolos pelajaran ya buat nge-game?” tanya Mama dengan raut muka serius.

“Nggak kok!” jawab Pedro menyangkal.

“Bohong!”

“Emangnya kenapa? Udah deh. Pedro males bahas itu. Capek!!” kata Pedro lalu langsung menuju kamarnya.

              Braaakk!! Ia membantinf pintu kamar keras- keras. Kemudian melemparkan tasnya dengan garang. Pandangannya sekarang tertuju pada sebuah foto di atas rak. Dalam foto tersebut, tampak sepasang suami istri sedang menggendong bocah kecil. Bocah kecil itu adalah Pedro saat 12 tahun yang lalu. Dan sepasang suami istri itu tidak lain adalah kedua orang tuanya. Pedro tersenyu, sesaat ketika melihat foto penuh kenangan indah itu. Tiba- tiba ia teringat papanya. Ia begitu merindukan papanya yang sekarang sudah jauh darinya. Papanya pergi begitu saja dan menghilang ke suatu tempat yang Pedro tidak pernah tahu. Andai saja papanya di sini. Keadaannya pasti tidak seburuk ini.
***
“Pedro!”

             Teriakan mamanya membuat Pedro terbangun. Perlahan matanya mulai membuka. Ia sadar bahwa kemarin tertidur setelah mengenang masa lalunya.

             Jegrek ! Pintu kamarnya terbuka. Kemudian muncul mamanya yang telah berpenampilan rapi.

“Cepat bangun! Hari ini kamu berangkat sekolahnya sama mama,” kata Mama.

“Lho? Emang mau ngapain? Nggak usah lah, Ma. Pedro bisa berangkat sendiri!”

“Mama baru aja di telepon Kepala Sekolah. Mama dipanggil ke sana,” tutur Mama.

“Emang Pedro bikin kesalahan apa?”

“Nanti kita bicarakan di ruang kepala sekolah.”

             Dengan raut muka menggerutu, Pedro melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Lima belas menit kemudian, ia sudah keluar dari kamar mandi dan bersiap- siap berangkat sekolah bersama mamanya.
Mobil Toyota Avanza milik Mama sudah berada di parkiran SMA Nusa Bhakti, sekolah Pedro. Kemudian Pedro dan mamanya keluar dari mobil dan menuju ruang Kepala Sekolah.
***
“Assalamu’alaikum!” ucap Mama.

“Wa’alaikumsalam. Oh, Silahkan masuk Bu’, kedatangan Ibu sudah saya tunggu,” kata Pak Ridwan, Kepala Sekolah SMA Nusa Bhakti.

“Maaf pak. Kemarin saya tidak bisa hadir. Ada urusan mendadak,” kata Mama.

“Oh tidak apa-apa Bu’. Baiklah, kalau begitu langsung saja ke permasalahan inti. Begini Bu’, maksud saya mengundang Ibu kemari adalah untuk membicarakan anak ibu yang bernama Pedro Alexandro Setyawan. Kami mendapat laporan dari wali kelasnya bahwa Pedro sering membolos tanpa alasan jelas. Anak Ibu juga selalu absen di kegiatan ekskul yang diikutinya,” tutur Kepala Sekolah.

“Iya Pak. Saya mengakui memang anak saya tidak bisa diatur. Saya sudah sering mengingatkan berkali-kali pak. Tetapi tidak pernah didengarkan. Untuk itu, saya berencana akan memindahkannya ke pondok pesantren.”

“Apa? Pindah? Ke pondok pesantren ma?” sahut Pedro.

“Iya Pedro. Sebenarnya Mama sudah lama merencanakan itu. Mama akan mengurus surat pemindahan kamu,” kata Mama.

               Pedro kaget mendengar keputusan Mama. Ia tidak bisa membayangkan apa jadinya jika di pondok pesantren. Ia tidak tahan lagi untuk mengungkapkan semua “unek-unek”nya pada Mama. Tidak masalah jika Kepala Sekolah tahu.

“Ini semua salah mama sama papa!! Kalau kalian nggak berpisah aku nggak akan kayak gini. Jujur aja, sejak mama sama papa bertengkar aku jadi males di rumah. Di rumah nggak ada yang bisa ngerti aku!!” bentak Pedro.

“Pedro!! Apa-apaan kamu itu? Kamu nggak sadar apa sekarang kamu di depan kepala Sekolah,” Mama mencoba mengingatkan Pedro.

“Biarin! Biar semua orang tahu kalau mama sama papa orang terjahat di dunia ! Kalian nggak pernah bisa ngerti perasaanku!” kata Pedro membalas Mama.

“Mama sama papa kamu bukannya nggak ngerti perasaan kamu. Tapi….”

“Alaaahh..Udahlah! Mama nggak usah alasan !” Pedro memotong perkataan Mama.

“Sudah- sudah cukup! Maaf Bu’. Saya di sini mengundang ibu bukan untuk bertengkar dengan anak Ib u. Kita di sini untuk membicarakan permasalah anak ibu baik- baik,” kata Kepala Sekolah menenangkan suasana.

“Maaf Pak Kepala Sekolah. Saya terbawa emosi,” kata Mama minta maaf.

“Begini Bu’. Saya sebenarnya sudah tahu masalah keluarga Ibu’. Hal itulah yang menjadi pemicu kenakalan anak ibu. Kami dari pihak sekolah khususnya BK sudah berupaya menyelesaikan masalah anak Ibu’. Tetapi, menurut kami, masalah ini tidak akan selesai jika factor pemicunya saja belum tuntas. Kami bukan bermaksud ikut mencampuri urusan keluarga Ibu, tetapi kami sudah menghubungi Bapak Setyawan, suami Ibu.”

“Apa? Bapak menghubungi suami saya?” tanya Mama heran.

“Iya Bu’. Beliau mungkin akan datang sebentar lagi,” kata kepala Sekolah sambil melihat jam tangannya.

              Pedro terkejut sekaligus senang. Akhirnya ia akan bertemu seseorang yang sudah lama dirindukannya. Ternyata kejadian ini memberi kesempatan untuk bertemu dengan papa.

              Sekitar setengah jam kemudian, terdengar suara langkah kaki menuju ruang Kepala Sekolah. “Pasti itu papa!” gumam Pedro dalam hati. Lalu ia menengok ke luar dan ternyata benar itu papanya.

“Papa kemana aja? Pedro kangen banget,” kata Pedro sambil memeluk papanya.

               Papa tidak sempat menjawab. Tiba- tiba datang seorang wanita muda yang kemudian berdiri di samping papanya.

“Jadi ini mas yang namanya Pedro?” tanya wanita itu pada Papa.

“Iya,” jawab Papa.

              Pedro melepas pelukannya pada Papa.Dilihatnya wanita di samping Papa. Wanita itu sekarang sedang menggandeng tangan Papa. Sesaat kemudian, Mama keluar dari ruang kepala sekolah lalu menghampiri Pedro.

             “Pedro, kenalkan. Ini Tante Lastri. Dia istri baru papa,” kata Papa.

             “What ???!!!!” Pedro tersentak.

             Mendadak seluruh tubuhnya terasa panas. Ia naik pitam. Jantungnya berdetak kencang. Hatinya serasa hancur. Ia kecewa. Sangat kecewa. Rasanya ia ingin melontarkan sejuta kata kotor pada papanya. Tega sekali papanya menikah lagi tanpa sepengetahuannya. Tega sekali papa mempermainkan mama !

              Ia lalu berlari menghindar. Dengan masih memendam amarah ia terus berlari. Terdengar teriakan Mama memanggilnya dari arah kejauhan. Ia tidak peduli. Ia benar-benar marah. Rasa saying pada papanya kini berubah menjadi benci yang mendalam.

              Ia tidak tahu kemana harus pergi. Hidup ini terasa begitu rumit baginya………….


BERSAMBUNG

0 komentar:

Posting Komentar

ayo di comment donk ! :)